MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR
MANUSIA
DAN HARAPAN

Syaeful
Bachri
S1
0209 073
LATAR BELAKANG
Manusia dan harapannya merupakan salah satu hal yang tidak
bisa di pisahkan, dalam hal ini manusia sebagai makhluk berakal, bersosial dan
berbudaya , mempunyai banyak harapan yang bertujuan untuk membuat hidupnya
menjadi lebih nyaman dan hidup bahagia, walau terkadang manusia mempunyai sifat
yang tidak pernah merasa puas dan egois karena manusia selalu mengharapkan
hak yang lebih besar dari kewajiban yang di laksanakannya.
Manusia dengan berbagai macam kebudayaannya dan latar
belakang kehidupan yang berfariasi tersebut mempunyai harapan yang berbeda
–beda biasanya disesuaikan dengan tingkat
sosial dan kebutuhan yang diinginkan. secara harfiah harapan menjadi
sebuah hak setelah menjalankan kewajibannya.
PENDAHULUAN
Ada hubungan antara keadilan dan harapan yaitu bahwa
keadilan memberikan harapan, yaitu adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban
dalam hidup sehari-hari.
Lalu bagaimana harapan dapat diwujudkan? Hal ini perlu konsensus dan komitmen dari semua orang. Harapan adalah keinginan dalam mewujudkan cita-cita kita. Keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan manusia yang monopluralis dan kebutuhan itu tertuang dalam moralitas Pancasila (lihat P4). Jadi sesungguhnya, Pancasila adalah harapan (bangsa Indonesia) untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Untuk mewujudkan harapan ini, peran pemimpin sangat penting. Pemimpin harus menjadi patron, menjadi teladan, menjadi contoh rakyatnya.Karena semua tindakannya itu menjadi sorotan rakyat, maka segala perilaku dan tindakannya itu harus dilandasi dengan nilai-nilai moral, dalam hal ini moralitas Pancasila.
Tujuan dari upaya-upaya dalam mewujudkan harapan seluruh rakyat bangsa Indonesia sesungguhnya adalah terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lalu bagaimana harapan dapat diwujudkan? Hal ini perlu konsensus dan komitmen dari semua orang. Harapan adalah keinginan dalam mewujudkan cita-cita kita. Keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan manusia yang monopluralis dan kebutuhan itu tertuang dalam moralitas Pancasila (lihat P4). Jadi sesungguhnya, Pancasila adalah harapan (bangsa Indonesia) untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Untuk mewujudkan harapan ini, peran pemimpin sangat penting. Pemimpin harus menjadi patron, menjadi teladan, menjadi contoh rakyatnya.Karena semua tindakannya itu menjadi sorotan rakyat, maka segala perilaku dan tindakannya itu harus dilandasi dengan nilai-nilai moral, dalam hal ini moralitas Pancasila.
Tujuan dari upaya-upaya dalam mewujudkan harapan seluruh rakyat bangsa Indonesia sesungguhnya adalah terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
PANDANGAN
HIDUP
Kesadaran pada hakikatnya akan selalu melibatkan akal manusia. Dengan kesadaran, manusia dapat memahami semua perilaku dan tindakannya. Hanya saja untuk selalu bertindak dan berperilaku baik, manusia harus memiliki tidak saja kesadaran semata tetapi lebih dari itu adalah kesadaran moral. Atas dasar kesadaran moral itulah manusia dapat memilih tindakan yang baik atau buruk. Dengan kesadaran moral ini manusia akan merasa wajib untuk berbuat baik tanpa paksaan dan tekanan dari pihak mana pun juga. Semua didasarkan atas keputusan hati nuraninya sendiri. Di sini, perbuatan baik manusia itu bersifat ‘imperatif kategoris’. Manusia berbuat baik karena memang sudah seharusnya ia berbuat baik dan apabila ia tidak berbuat baik itu merupakan suatu pelanggaran moral. Unsur-unsur kesadaran moral (moral conscience) itu ada tiga, yaitu 1) kewajiban, 2) rasional, dan 3) kebebasan. Kesadaran moral memang hanya dimiliki oleh manusia yang berakal, mempunyai perasaan, dan memiliki kehendak yang bebas (otonomi) untuk selalu mewujudkan perbuatan baik semata.
Sedangkan
moralitas seseorang itu dapat digolongkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu:
1.
Instinctive
morality level pada level ini moralitas seseorang berada pada tingkatan
terendah yang sifatnya naluriah/hewani,
2.
Customary
morality level, di sini, moralitas seseorang didasarkan kepada adat kebiasaan
atau adat istiadat suatu masyarakat, dan
3.
Conscience
morality level, ini adalah kesadaran moral yang dalam realisasinya selalu
bergerak di atas kaidah-kaidah moral. Bahwa manusia berbuat baik itu karena
memang sudah merupakan kewajiban dan apabila tidak, maka ia telah melanggar norma-norma
moral yang berlaku.
Kebajikan artinya kebaikan. Berbuat
kebajikan artinya berbuat kebaikan.
Manifestasi dari perbuatan baik adalah melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dilandasi dengan kesadaran moral. Dengan demikian kita akan selalu merasa wajib melakukan perbuatan baik. Apabila kita tidak melakukan perbuatan baik maka kita merasa bahwa itu merupakan suatu kesalahan. Perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan itu tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang ada dan berlaku (norma moral, norma hukum, dan norma agama). Hakikat kodrat manusia itu adalah 1) sebagai individu yang berdiri sendiri (yang memiliki cipta, rasa, dan karsa), 2) sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial dan alam lingkungannya), dan 3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan, sesuai dengan hakikat kodratnya itu. Norma-norma yang dihadapi manusia itu ada yang bercorak moral yaitu kewajiban moral, dan nilai moral (deontic judgements, dan areatic judgements), dan ada yang bercorak bukan moral (nilai yang nonmoral) yang sifatnya teknis belaka dan tidak mengandung pertimbangan-pertimbangan penilaian. Norma-norma moral juga ada yang bersifat evaluatif, artinya norma-norma itu berlaku dan dianggap baik bagi komunitas tertentu pada waktu tertentu, tetapi pada suatu saat dapat saja berubah, tidak lagi dapat diberlakukan karena mungkin sudah dianggap tidak baik lagi, atau norma-norma itu dapat berlaku baik bagi komunitas tertentu, tetapi belum tentu baik bagi komunitas lain. Sebagai catatan, selain kebaikan yang sejati ternyata ada juga kebaikan semu. Kebaikan semu ini suatu perbuatan baik yang dilakukan seseorang tetapi untuk memperoleh imbalan, baik imbalan yang berupa materi maupun yang nonmateri. Pada hakikatnya, pengabdian adalah perwujudan dari rasa dan sikap setia untuk melayani dengan penuh hormat, percaya, tulus, dan ikhlas. Pengabdian mencakup beberapa hal, antara lain:
Manifestasi dari perbuatan baik adalah melakukan perbuatan-perbuatan baik yang dilandasi dengan kesadaran moral. Dengan demikian kita akan selalu merasa wajib melakukan perbuatan baik. Apabila kita tidak melakukan perbuatan baik maka kita merasa bahwa itu merupakan suatu kesalahan. Perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan itu tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang ada dan berlaku (norma moral, norma hukum, dan norma agama). Hakikat kodrat manusia itu adalah 1) sebagai individu yang berdiri sendiri (yang memiliki cipta, rasa, dan karsa), 2) sebagai makhluk sosial yang terikat kepada lingkungannya (lingkungan sosial dan alam lingkungannya), dan 3) sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Perbuatan-perbuatan baik manusia haruslah sejalan, sesuai dengan hakikat kodratnya itu. Norma-norma yang dihadapi manusia itu ada yang bercorak moral yaitu kewajiban moral, dan nilai moral (deontic judgements, dan areatic judgements), dan ada yang bercorak bukan moral (nilai yang nonmoral) yang sifatnya teknis belaka dan tidak mengandung pertimbangan-pertimbangan penilaian. Norma-norma moral juga ada yang bersifat evaluatif, artinya norma-norma itu berlaku dan dianggap baik bagi komunitas tertentu pada waktu tertentu, tetapi pada suatu saat dapat saja berubah, tidak lagi dapat diberlakukan karena mungkin sudah dianggap tidak baik lagi, atau norma-norma itu dapat berlaku baik bagi komunitas tertentu, tetapi belum tentu baik bagi komunitas lain. Sebagai catatan, selain kebaikan yang sejati ternyata ada juga kebaikan semu. Kebaikan semu ini suatu perbuatan baik yang dilakukan seseorang tetapi untuk memperoleh imbalan, baik imbalan yang berupa materi maupun yang nonmateri. Pada hakikatnya, pengabdian adalah perwujudan dari rasa dan sikap setia untuk melayani dengan penuh hormat, percaya, tulus, dan ikhlas. Pengabdian mencakup beberapa hal, antara lain:
- pengabdian kepada kebaikan (itu sendiri),
- pengabdian kepada keluarga,
- pengabdian kepada masyarakat,
- pengabdian kepada negara dan bangsa,
- pengabdian kepada Tuhan atau agama.
Ungkapan “Manunggaling kawula Gusti” sesungguhnya mengandung
beberapa makna yang sesuai dengan makna pengabdian, antara lain kesesuaian
antara sifat-sifat (baik) Tuhan dengan perilaku dan tindakan manusia perilaku
dan tindakan manusia sesuai dengan sifat-sifat baik Tuhan. Ungkapan itu juga
mengandung makna bahwa manusia haruslah memelihara alam tempat mereka tinggal \
KESIMPULAN TENTANG SIKAP HIDUP
Cita-cita dan pengorbanan bagaikan mata uang dengan dua sisi
yang tidak dapat dipisahkan.
Cita-cita dan pengorbanan meliputi beberapa hal, antara lain
Cita-cita dan pengorbanan meliputi beberapa hal, antara lain
- Cita-cita (dan pengorbanan) atas (egoisme) diri,
- Cita-cita (dan pengorbanan) terhadap keluarga,
- Cita-cita (dan pengorbanan) terhadap masyarakat, bangsa, dan negara, serta
- Cita-cita (dan pengorbanan) terhadap agama (Tuhan).
Ungkapan ‘sepi ing pamrih, rame ing gawe’ selain
menggambarkan sikap pantang putus asa dalam berusaha, dalam mengejar cita-cita,
hal itu juga meggambarkan keikhlasan kita dalam oiu` memperoleh imbalan atau reward sesuai dengan
usaha yang kita kerjakan. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi mata uang yang
tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Berbicara hak, berarti berbicara mengenai
kewajiban, dan sebaliknya. Di dalam hak terkandung kewajiban.
Sebaliknya, di dalam kewajiban terkandung pula hak, dan
inilah yang dinamakan keadilan.
Keadilan yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban secara seimbang dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang dengan kesadaran moral yang tinggi akan melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu daripada menuntut haknya. Selian itu, kewajiban bersifat rasional atau masuk akal.
Dalam kerangka hak dan kewajiban, manusia diberi otoritas penuh untuk memilih dan menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya. Tetapi harus diingat bahwa setiap pilihannya akan dikenai penilaian moral yang konsekuensinya akan terkena sanksi moral, hukum (positif), dan agama (hukum Tuhan). Sesuai dengan sifat kodratnya sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, manusia diberi otoritas untuk menentukan pilihan. Kebebasan dan tanggung jawab adalah salah satu ‘alat uji’ dari kewenangan dalam memilih yang dimiliki manusia.
Pada akhirnya, kebebasan selalu diikuti oleh tanggung jawab sebagai konsekuensi moral yang harus ditanggung. Manusia memang bebas untuk memilih, hanya saja pilihan itu tetap di dalam kerangka etika (etika pribadi, etika sosial, dan etika theistic) yang ada dan berlaku.
Keadilan yaitu pelaksanaan hak dan kewajiban secara seimbang dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang dengan kesadaran moral yang tinggi akan melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu daripada menuntut haknya. Selian itu, kewajiban bersifat rasional atau masuk akal.
Dalam kerangka hak dan kewajiban, manusia diberi otoritas penuh untuk memilih dan menentukan pilihan sesuai dengan kehendaknya. Tetapi harus diingat bahwa setiap pilihannya akan dikenai penilaian moral yang konsekuensinya akan terkena sanksi moral, hukum (positif), dan agama (hukum Tuhan). Sesuai dengan sifat kodratnya sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, manusia diberi otoritas untuk menentukan pilihan. Kebebasan dan tanggung jawab adalah salah satu ‘alat uji’ dari kewenangan dalam memilih yang dimiliki manusia.
Pada akhirnya, kebebasan selalu diikuti oleh tanggung jawab sebagai konsekuensi moral yang harus ditanggung. Manusia memang bebas untuk memilih, hanya saja pilihan itu tetap di dalam kerangka etika (etika pribadi, etika sosial, dan etika theistic) yang ada dan berlaku.
Untuk download Power Point klik link di bawah ini:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar